Bandara Baru di Indonesia Sepi Penumpang

Bandara Baru di Indonesia Sepi Penumpang

Banyak bandara baru yang dibangun dengan megah di Indonesia kini terbengkalai dan nyaris tidak beroperasi karena minimnya penerbangan dan jumlah penumpang.

Berikut adalah empat contoh bandara yang telah dikembangkan dengan biaya besar, tetapi gagal menarik jumlah penerbangan dan penumpang yang memadai:

Bandara JB Soedirman, Purbalingga

Presiden Joko Widodo meresmikan Bandara JB Soedirman pada 1 Juni 2021 dengan biaya konstruksi mencapai Rp 350 miliar. Namun, bandara ini tetap sepi karena tidak memiliki jadwal penerbangan reguler. Setelah peresmiannya, Citilink sempat mengoperasikan rute Jakarta-Purbalingga-Jakarta, tetapi layanan ini dihentikan pada Agustus 2022, kemungkinan besar akibat rendahnya jumlah penumpang.

Bandara Ngloram, Blora

Bandara Ngloram diresmikan pada Desember 2021 dengan anggaran pembangunan sebesar Rp 80 miliar. Meskipun sempat dibuka dengan perayaan besar, bandara ini kini tidak memiliki jadwal penerbangan reguler.

Maskapai Wings Air pernah melayani rute Pondok Cabe-Ngloram, tetapi rute tersebut akhirnya dihentikan karena minimnya jumlah penumpang.

Bandara Wiriadinata, Tasikmalaya

Bandara Wiriadinata mulai beroperasi pada Februari 2019 setelah menghabiskan anggaran sebesar Rp 30 miliar. Namun, sejak awal, bandara ini nyaris tidak beroperasi akibat kurangnya penumpang. Lebih dari tiga tahun setelah peresmiannya, pada Agustus 2022, Susi Air mulai melayani penerbangan dari bandara ini menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Bandara Kertajati, Majalengka (Bandara Internasional Jawa Barat)

Bandara Kertajati dibangun dengan biaya sangat besar, mencapai Rp 2,6 triliun, dan diresmikan pada 24 Mei 2018. Dari segi ukuran, Kertajati adalah bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Soekarno-Hatta. Namun, karena kurangnya jumlah penumpang dan penerbangan, bandara ini menghentikan layanan penerbangan reguler sejak Juli 2019.

Keempat bandara ini mencerminkan ironi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, di mana investasi besar sering kali dilakukan demi kepentingan politik dan prestise, tanpa perencanaan yang matang terkait kebutuhan penumpang dan penerbangan.