Studi terbaru yang dipimpin oleh American Heart Association mengaitkan vape yang mengandung nikotin dan THC (komponen psikoaktif dalam ganja) dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja.
“Orang yang lebih muda dan telah lama rentan terhadap penggunaan tembakau mungkin mengalami bahaya yang lebih besar dari nikotin dan obat-obatan lainnya. Mungkin mereka yang menjadi sasaran pengiklan,” ucap penulis studi dr Joy Hart dikutip dari NY Post, Kamis (2/3/2023).
dr Joy Hart menambahkan bahwa diperlukan banyak penelitian lagi soal rokok elektrik seperti vape. Penggunaan ganja di kalangan anak muda dan dewasa pun juga meningkat setelah beberapa negara bagian di Amerika Serikat melegalkannya.
“Perangkat rokok elektrik masih relatif baru dibandingkan dengan produk tembakau lainnya, seperti rokok dan pipa yang mudah terbakar, sehingga diperlukan lebih banyak penelitian untuk mencoba lebih memahami popularitas rokok elektrik, termasuk alasan vaping dan risiko kesehatan yang terkait di kalangan remaja,” sambungnya.
Dilakukan survey secara online pada 2.505 remaja dan dewasa berusia 13 sampai 24 tahun untuk menjawab pertanyaan soal kesehatan mental dan penggunaan vape. Peneliti membandingkannya antara pengguna vape THC, vape nikotin, vape THC-nikotin, dan orang yang tak menggunakan vape.
Dari 159 pengguna vape THC, 70 persen pengguna melaporkan bahwa mereka mengalami rasa cemas, serangan panik, dan rasa khawatir dalam satu minggu terakhir. Sedangkan orang yang tak menggunakan vape hanya 40 persen.
Survey tersebut juga mencakup jawaban dari 370 pengguna vape nikotin dan 830 vape THC-nikotin yang di mana 60 persen mengalami perasaan cemas.
Lebih dari separuh pengguna vape mengatakan bahwa mereka mengalami depresi hingga sulit menikmati berbagai aktivitas yang pernah dinikmati. Sedangkan ada seperempat orang yang tak menggunakan vape mengalami depresi.
Selain itu, lebih dari seluruh pengguna jenis vape juga melaporkan pikiran untuk bunuh diri dalam satu tahun terakhir. Hasil yang sangat berbeda dengan orang yang menggunakan vape hanya sepertiganya saja.
Walaupun sejumlah peserta merasa lebih tenang ketika menggunakan vape, namun hasil penelitian justru memperlihatkan sebaliknya.
“Studi ini menunjukkan signifikansi yang mencolok dari masalah kesehatan mental pada pengguna vape nikotin dan vape THC, dan karena produk baru terus muncul di pasar, saya pikir ini adalah sesuatu yang akan terus kita lihat,” ujar Dr Loren Wold, Ketua Komite Penulis American Heart Association’s 2022.
Studi menunjukkan bahwa remaja berusia 14 tahun sudah ada yang kecanduan vape. Godaan muncul untuk menggunakan vape karena rokok elektrik dianggap sebagai cara mengatasi kecemasan. Meningkatkan prioritas pada kebiasaan yang lebih positif dapat meredakan ketegangan dan gejala kecemasan hingga mengurangi keinginan untuk menggunakan vape.
Dirinya juga mendorong kampanye ataupun program yang bisa dilakukan untuk memberi pendidikan dan peringatan soal risiko penggunaan vape pada generasi muda.
Survei yang dilakukan American Heart Association juga menemukan bahwa pengguna vape THC-nikotin memiliki kecenderungan lebih besar untuk tergantung pada nikotin.
“Penggunaan zat ganda dapat menambah zat adiktif dari vaping atau menarik orang yang lebih rentan terhadap kecanduan, serta berdampak pada gejala depresi,” jelasnya.
Sebelumnya, rokok elektrik atau vape digunakan untuk mengurangi kecanduan pada rokok konvensional. Namun, nyatanya kini orang-orang justru kecanduan vape.
Penggunaan vape telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan seperti disfungsi ereksi, gula darah tinggi, diabetes, hingga gangguan makan.