Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Namun, lebih dari sekadar definisi teknis, TIK membuka ruang diskusi yang lebih dalam mengenai bagaimana manusia berinteraksi dengannya. Seorang pakar komunikasi baru-baru ini mengupas tuntas hubungan psikologis antara individu dan teknologi yang mereka gunakan setiap hari.
Apa Sebenarnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)?
Secara mendasar, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah payung besar yang mencakup semua teknologi yang berkaitan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian informasi. Istilah ini sering disamakan dengan Teknologi Informasi (TI), tetapi TIK memiliki fokus yang lebih luas pada aspek komunikasi.
Menurut UNESCO, TIK adalah serangkaian perangkat dan sumber daya teknologi yang digunakan untuk mengirim, menyimpan, membuat, berbagi, atau bertukar informasi. Dalam kehidupan sehari-hari, wujudnya sangat beragam, mulai dari perangkat keras seperti komputer dan ponsel, hingga infrastruktur jaringan seperti internet (situs web, blog, email), dan media penyiaran baik secara langsung (radio, televisi) maupun rekaman (podcast, pemutar video). Teknologi komunikasi inilah yang memungkinkan informasi berpindah dari satu sumber ke penerima, baik melalui telepon maupun konferensi video.
Perspektif Ahli: Makna di Balik Teknologi
Untuk memahami lebih jauh bagaimana manusia memaknai teknologi ini, Profesor Bree McEwan dari Institute of Communication, Culture, Information, and Technology di University of Toronto-Mississauga membagikan temuannya dalam sebuah diskusi di University of Connecticut. McEwan, yang telah meneliti persimpangan antara komunikasi antarpribadi dan teknologi selama lebih dari dua dekade, menjelaskan bagaimana “makna-makna yang kita bangun terjalin erat dengan teknologi.”
McEwan, yang juga merupakan penulis buku “Navigating Media Networks”, memimpin sebuah laboratorium riset, McEwan Mediated Communication Lab, yang secara spesifik meneliti bagaimana orang mengalami interaksi manusia dalam virtual reality (VR) dan teknologi komunikasi lainnya. Salah satu proyek terbarunya yang didanai oleh Social Sciences and Humanities Research Council (SSHRC) adalah penelitian tentang bagaimana headset VR dapat meningkatkan hasil pendidikan dengan menguji proses belajar dalam berbagai kondisi imersi dan beban kognitif.
“Di sekolah pascasarjana, saya mulai mempertanyakan mengapa orang melakukan ini,” kata McEwan. “Mengapa orang-orang bersandar pada bentuk-bentuk teknologi ini untuk pemenuhan diri?”
Konsep Kunci: ‘Affordances’ dan Teori Relung Media
Dalam presentasinya, McEwan memperkenalkan dua konsep kunci untuk memahami interaksi manusia-teknologi. Pertama adalah ‘affordances‘. Konsep ini didefinisikan bukan hanya oleh fitur teknis sebuah perangkat, tetapi oleh bagaimana pengguna mempersepsikan teknologi tersebut dan apa yang memungkinkannya untuk mereka lakukan. Sebagai contoh, iPhone tidak hanya berfungsi untuk menelepon dan mengirim pesan, tetapi juga memberikan berbagai bentuk hiburan seperti video game, menjadi pusat kendali rumah pintar, atau alat kerja profesional.
McEwan menekankan bahwa affordances tidaklah tetap dan bisa berbeda untuk setiap pengguna dalam konteks yang berbeda. Konsep ini bahkan berlaku untuk benda sehari-hari seperti kursi atau meja, yang fungsinya bisa berubah tergantung pada persepsi penggunanya.
Konsep kedua adalah teori relung (theory of the niche). Teori ini berpendapat bahwa hanya karena sebuah teknologi itu baru, tidak berarti konsumen akan langsung mengadopsinya. “Sebuah media mungkin akan berhasil jika ia mengisi relung spesifik di mana karakteristiknya ‘memperkuat atau justru mengurangi peluang’ bagi penggunanya,” jelas McEwan kepada audiens. Artinya, sebuah teknologi harus menawarkan sesuatu yang unik atau lebih baik untuk bisa bertahan di tengah persaingan.
Wawasan Baru bagi Akademisi Masa Depan
Diskusi yang dipaparkan McEwan mendapat respons positif dari mahasiswa pascasarjana dan fakultas yang hadir. Mereka merasa mendapatkan wawasan baru mengenai hubungan rumit antara manusia dan teknologi.
“Sebagai seorang mahasiswa pascasarjana, saya merasa pidato Prof. McEwan sangat membantu saya mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang teknologi komunikasi dan bagaimana kami sebagai akademisi komunikasi dapat lebih memahami mekanisme psikologis di balik penggunaan konsumen,” ujar salah seorang mahasiswa yang hadir. “Tidak hanya itu, paparannya membantu saya lebih memahami mengapa saya mempelajari apa yang sedang saya pelajari saat ini.”