Kemenkeu dan BI Kritis, Likuiditas Negara Jadi Isu: Jokowi Beri Sorotan di PTBI

Kemenkeu dan BI Kritis, Likuiditas Negara Jadi Isu: Jokowi Beri Sorotan di PTBI

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap keprihatinannya terkait situasi kekurangan likuiditas yang tengah melanda, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bertahan di angka sekitar 5%. Menurutnya, masalah ini berkaitan dengan jumlah instrumen keuangan yang terlalu banyak diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI).

Pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023), Jokowi menekankan agar tidak terlalu bersemangat dalam membeli instrumen keuangan seperti yang disampaikan kepada BI dan Surat Berharga Negara (SBN), meskipun hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan. Hal ini bertujuan agar sektor riil ekonomi dapat menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

Penyebab utama kekeringan likuiditas ini memiliki beberapa faktor yang mendasar. Pertama, Bank Indonesia telah mencetak tunai sebanyak IDR 2800 triliun sejak Desember 2021. Meskipun sebagian digunakan untuk bantalan keamanan sosial, sebagian lagi digunakan oleh masyarakat untuk membeli SBN. Bunga yang ditawarkan oleh SBN lebih menarik dibandingkan dengan opsi investasi lainnya, termasuk di sektor pertambangan dan properti.

Faktor kedua terkait dengan rendahnya penetrasi kredit rumah tangga dalam GDP, yang hanya sekitar 18%. Hal ini mengindikasikan bahwa nasabah yang menggunakan kredit dari bank hanya mencakup sekitar 18% dari total penduduk. Bahkan, kredit yang diberikan kepada dealer Wuling, OPPO, dan VIVO jauh lebih tinggi daripada kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Mayoritas dari mereka adalah pedagang grosir dan dealer di kota-kota kecil, tetapi akses ke jalur distribusi di Indonesia terbatas. Contohnya, kredit untuk sepeda motor listrik dengan subsidi IDR 7 juta tak dapat bergerak karena dealer hanya ada di 3 kota besar, bahkan di Jember, Jawa Timur belum tersedia.

Faktor ketiga terkait dengan devaluasi USD dalam tiga bulan terakhir sejak Agustus 2023, yang mengalami penurunan dari IDR 14.000 menjadi mendekati IDR 16.000. Ini juga turut memengaruhi dinamika likuiditas dalam negeri.

Situasi ini menjadi perhatian serius karena memengaruhi banyak aspek ekonomi dan keuangan, termasuk distribusi kredit, investasi, dan nilai tukar. Tantangan yang dihadapi memerlukan solusi yang komprehensif untuk mengatasi masalah kekurangan likuiditas yang dapat berdampak luas pada perekonomian Indonesia.